Redaksi

Limapuluh Kota, Sumbarmaju.com – Malam itu, Nola (31), seorang ibu rumah tangga dari Nagari Talang Anau, Kecamatan Gunung Omeh, hanya bisa menangis di ranjang rumahnya. Darah terus mengucur dari tubuhnya, sementara satu-satunya harapan, kartu BPJS Kesehatan gratis dari pemerintah, ternyata tidak bisa dipakai.

“Panik, saya tidak tahu apa-apa. BPJS saya mati. Kenapa tiba-tiba tidak aktif?” kata Nola dengan suara bergetar.


Nola akhirnya harus dirawat selama tiga hari dua malam di Rumah Sakit Ahmad Darwis Suliki. Pemerintahan nagari sudah berusaha—mengurus ke Dinas Sosial, mencari jalan keluar—tetapi nihil hasil. Demi menyelamatkan nyawa, Nola terpaksa mendaftar BPJS Mandiri, membayar iuran dengan cara meminjam uang ke rentenir. “Yang penting saya bisa selamat. Soal utang nanti dipikirkan,” ujarnya lirih.

*Sosialisasi Tak Ada, Rakyat Bingung*Kisah Nola hanyalah satu dari sekian banyak jeritan masyarakat miskin di Limapuluh Kota. BPJS gratis yang semula jadi andalan, mendadak mati tanpa pemberitahuan. Tak ada sosialisasi dari Dinas Kesehatan, tak ada juga edukasi ke masyarakat.


“Kami mohon ke Pak Bupati Safni, perhatikanlah kami yang bawah ini. Kepala Dinas Kesehatan jangan hanya sibuk pamer prestasi, sementara rakyat di bawah semberaut. Kami tidak butuh penghargaan, kami butuh layanan,” ucap Nola, warga lainnya, penuh kekecewaan.


*Prestasi di Kertas, Derita di Lapangan*Khairul Apid, mantan anggota DPRD Limapuluh Kota, angkat bicara. Ia prihatin melihat Dinas Kesehatan yang sibuk mengoleksi piagam.


“Prestasi itu hanya di atas kertas. Nyatanya di lapangan rakyat menjerit. Kebijakan Kadis Kesehatan jelas asal bapak senang. Tidak ada leadership, tidak ada tanggung jawab. Bupati harus segera mencopot kepala dinas yang cuma pandai pamer angka,” tegasnya.


Lebih parah lagi, saat dikonfirmasi soal persoalan ini oleh wartawan, Kepala Dinas Kesehatan justru memblokir nomor wartawan. Sebuah sikap arogan yang menutup ruang dialog publik, padahal yang dipertaruhkan adalah nyawa masyarakat kecil.

*Hutang Rp18 Miliar yang Membekukan Rakyat* Ferizal Ridwan, mantan Wakil Bupati Limapuluh Kota, mengungkap akar masalahnya. Menurutnya, kebijakan Universal Health Coverage (UHC) yang dijalankan pada periode bupati sebelumnya menyisakan beban besar.

“Ada hutang Pemkab sekitar Rp18 miliar kepada BPJS. Karena tidak dibayar, ribuan peserta miskin otomatis dibekukan. Padahal PBI-JK itu program vital: pemerintah yang bayar iuran, rakyat bisa berobat gratis. Sekarang, rakyat jadi korban,” jelas Ferizal.


Fakta itu sudah terang-benderang dalam audit BPK RI. Tetapi anehnya, Dinas Kesehatan tidak pernah memberi tahu masyarakat. Mereka baru sadar ketika kartu BPJS tidak bisa dipakai di saat mereka bertarung antara hidup dan mati .


“Kesalahan besar Dinkes adalah tidak memberi tahu rakyat. Kalau diberi tahu, rakyat bisa pindah ke Mandiri lebih cepat. Tapi ini dibiarkan. Kesalahan kedua, kebijakan itu dibuat tanpa kajian matang, hanya karena memenuhi kepentingan kontestasi pilkada Bupati Safaruddin. Rakyat yang akhirnya jadi korban,” tambah Ferizal.

*Peringatan Keras untuk Bupati* Kasus ini memperlihatkan bagaimana gaya kepemimpinan ABS (Asal Bupati Senang) masih menjerat birokrasi di Limapuluh Kota. Kepala dinas lebih sibuk cari muka dengan piagam dan penghargaan, ketimbang memastikan layanan dasar sampai ke masyarakat.


Kini sorotan publik tertuju kepada Bupati Safni Sikumbang. Apakah ia berani mengoreksi jajaran OPD-nya, atau tetap larut dalam mabuk puja-puji?, atau tergantung kepada nasihat ( yang cenderung sesat ) dari penasehat spritualnya.

“Bupati jangan terjebak prinsip ABS. Kalau terus begitu, Safni tidak akan sanggup melihat kinerja 

OPD sesuai kebutuhan, beban kerja, dan keahlian yang diperlukan. Jangan biarkan rakyat miskin terus menjadi korban kebijakan yang salah arah,” tegas Khairul Apid.

Di rumahnya yang sederhana, Nola masih menatap kosong tagihan utang yang kini harus dibayar pada rentenir. Sementara di kantor pemerintahan, piagam-piagam penghargaan berjejer rapi. Sebuah ironi pahit: rakyat menangis, birokrasi banggakan prestasi. ( Agus Suprianto )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar